Selamatkan Hutan, Tingkatkan Kepedulian & Gapai Harapan Bersama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0

Tuhan Yang Maha Esa menganugerahkan bumi kita pertiwi dengan kekayaan hayati hutan tropis yang cukup luas, variatif dan sangat beranekaragam. Berdasarkan data yang berasal dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, saat ini kurang lebih terdapat 129 juta hektar areal yang ditetapkan sebagai kawasan hutan di seluruh wilayah Indonesia. Ini semua mencakup kawasan hutan suaka alam, hutan lindung dan juga hutan produksi.

Selamatkan Hutan, Tingkatkan Kepedulian & Gapai Harapan Bersama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0
Selamatkan Hutan, Tingkatkan Kepedulian & Gapai Harapan Bersama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0. 
Sumber Foto : Module 1 - HCS Approach Toolkit Versi 2.0


Hutan di Indonesia merupakan rumah atau habitat tinggal yang nyaman untuk para satwa fauna. Tercatat ada sekitar dari 12 persen spesies mamalia, 7,3 persen spesies reptil dan ampibi, serta 17 persen spesies burung dari seluruh dunia tinggal di dalamnya. Itupun baru data yang bisa dihitung, dihimpun dan dikalkulasi berdasarkan kegiatan riset observasi yang dilakukan selama ini. Diyakini masih banyak lagi spesies fauna yang tersembunyi dan belum terindentifikasi di dalam hutan negara Republik Indonesia.

Kondisi yang demikian inilah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 besar sebagai pemilik hutan terluas di dunia. Menurut data dari Food And Agriculture Organization (FAO), organisasi pangan dan pertanian milik Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB), dengan zona wilayah hutan di Indonesia yang amat luas tersebut, vegetasi hutan di dalamnya secara keseluruhan mampu menyimpan lebih dari 289 gigaton karbondioksida. Hal ini tentu saja hutan amat sangat berpengaruh dan memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan keseimbangan iklim di seluruh dunia.

Fungsi dan Peranan Hutan Bagi Bumi

Sekarang coba kita berandai - andai bilamana tidak ada populasi hutan di bumi ini. Apa yang terjadi dengan bumi kita tercinta? Ya, beberapa dampak negatif akan pastinya akan kita rasakan. Diantaranya adalah suhu udara di bumi akan terasa semakin panas karena minimnya daya serap gas karbondioksida yang dilakukan oleh pepohonan di hutan. Dampak lainnya ialah persediaan akan air tawar juga akan semakin menipis jumlahnya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan tidak adanya vegatasi pepohonan hutan untuk menjaga dan menjadikan tanah tanah di sekitarnya sebagai daerah resapan air.

Jika dampak tidak adanya vegetasi hutan memang terjadi, maka sudah barang tentu bencana banjir maupun tanah longsor siap mengancam dan menghantui makhluk hidup yang tinggal di muka bumi ini. Polusi udarapun bisa dipastikan menjadi bencana global karena sudah tidak tersedianya lahan hutan sebagai organ paru - paru dunia. Dari sisi psikologi baik manusia maupun makhluk hidup lainnya juga akan mengakibatkan dan rentan mengalami yang namanya gejala stres. Stres bisa terjadi karena jika di bumi ini sudah tidak ada lagi yang area hijau yang dapat menentramkan dan menyejukkan baik jiwa maupun raga.

Mengingat vitalnya peranan ketersediaan hutan bagi bumi kita tercinta ini, sudah selayaknya selalu kita jaga dan kita lestarikan karena telah banyak berjasa bagi keseimbangan dan kestabilan kehidupan makhluk hidup yang tinggal di dunia ini. Jika bisa dijabarkan kurang lebih terdapat lima poin peranan dan manfaat hutan bagi bumi ini, diantaranya sebagai berikut :

1. Sebagai Paru - Paru Dunia dan Sumber Oksigen Terbesar

Sejatinya kita tidak akan bisa hidup di bumi ini tanpa bantuan tumbuh - tumbuhan. Karena tumbuh - tumbuhan akan menghasilkan oksigen melalui proses fotosistensis sebagaimana yang sering kita pelajari sewaktu duduk bangku sekolah dasar maupun sekolah menengah. Oksigen yang kita hirup sehari - hari sebagian besar ada berkat adanya ruang terbuka hijau maupun hutan. Pepohonan pun juga membutuhkan makan - minum selayaknya manusia. Untuk itu pepohonan juga membutuhkan tempat untuk dapat hidup seperti hutan maupun ruang terbuka hijau.

Keberadaan Hutan Sebagai Paru - Paru Dunia.  
Sumber Foto : Module 6 - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Dalam proses fotosisntesis inilah pepohonan di hutan juga membutuhkan dan mampu menyerap gas karbondioksida karena gas tersebut tersebut merupakan salah satu syarat selain air dan cahaya matahari agar pepohonan bisa terus tumbuh. Gas yang selama ini dianggap manusia tidak berguna diolah oleh hutan melalui tumbuh - tumbuhannya sehingga mampu memberikan manfaat bagi seluruh makhluk hidup di muka bumi ini. Secara tidak langsung keberadaan hutan ini akan berpengaruh dalam memerangi gas - gas yang bersifat panas memperlambat laju dari global warming / pemanasan global. Itulah terkadang masih kita jumpai mengapa kondisi suasana di lingkungan pedesaan yang banyak terdapat pepohonan asri dan rindang kondisi udara menjadi lebih sejuk, lebih segar dan lebih bersih dibandingkan di daerah perkotaan yang minim dengan ruang terbuka hijau.

2. Mencegah Terjadinya Bencana Banjir dan Tanah Longsor

Keberadaan hutan disekitar kita juga akan berpengaruh juga dengan ketersediaan volume air. Itu disebabkan bahwasannya hutan memiliki jumlah pepohonan yang amat luas letaknya pun saling berdekatan satu dengan lainnya. Masih berkaitan dengan poin pertama fungsi dan peranan hutan yakni mengenai fotosintesis dimana dalam prosesnya membutuhkan air untuk dapat menghasilkan oksigen. Air tersebut nantinya akan diangkut dan disalurkan melalui jaringan atau bagian akar pohon.

Jika jumlah pepohonan di dalam hutan amatlah banyak maka sudah barang tentu akar - akar ini mampu menyerap sejumlah air dalam jumlah yang banyak pula. Dan ketika musim penghujan tiba, jarang kita mendengar terjadi bencana banjir di kawasan hutan. Pohon - pohon di hutan akan melakukan fungsinya untuk menjaga dan menyerap volume air di dalam tanah supaya tidak terjadi kelebihan kapastitas muatan air di sekitar lingkungan hutan.

Selain mencegah terjadinya banjir keberadaan akar - akar pohon yang kuat dan kokoh akan selain menyerap kadar air dalam tanah, juga akan berfungsi ganda sebagai penjaga atau benteng pertahanan tanah agar tidak terjadi tanah longsor. Tanah yang gundul dan tidak adanya vegetasi tumbuhan disekitarnya akan sangat rawan terjadinya bencana tanah longsor. Hal ini dikarenakan tanah di kawasan tersebut tidak ada penahannya sekali.

3. Menjadi Rumah dan Habitat dari Keanekaragaman Satwa Fauna

Foto : Hutan sebagai tempat tinggal spesies flora dan fauna
Hutan Merupakan Tempat Tinggal Yang Nyaman Bagi Satwa Primata Orangutan.  
Sumber Foto : Module I - HCS Approach Toolkit Versi 2.0


Seperti yang sudah dijelaskan di awal tulisan diatas bahwasanya hutan di Indonesia juga merupakan rumah atau habitat tinggal yang nyaman bagi ratusan atau bahkan ribuan spesies satwa fauna dari berbagai macam klasifikasi maupun jenis satwa itu sendiri. Sebagian besar dari berbagai macam binatang - binatang tersebut termasuk dalam satwa dilindungi seperti hewan mamalia harimau, orangutan, gajah, jerapah, badak maupun satwa burung seperti burung cendrawasih, kaswari maupun elang.

Mereka semua hidup harmoni baik secara koloni maupun individual dan menjadi hutan sebagai habitat dan rumah tinggal yang nyaman bagi mereka. Maka dari itu sudah sepatutnya hutan ini kita jaga dan selalu lestarikan, karena bilamana rumah mereka yakni hutan sebagai tempat berkembang biak mereka sudah rusak maka tidak akan tempat lagi untuk mereka tinggal serta populasi mereka kian hari akan menyusut.

4. Sebagai Wahana Wisata, Riset dan Edukasi  

Foto : Hutan sebagai sarana riset dan edukas. Sumber : Modul 3 - High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0
Hutan Sebagai Sarana Riset dan Edukasi. 
Sumber Foto : Module 3 - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Selain manfaatnya untuk keberlangsungan hidup dari berbagai jenis makhluk hidup yang tinggal di dalamnya, hutan juga berfungsi sebagai Sebagai sarana tempat wisata, riset dan juga edukasi. Ada banyak sekali kegiatan yang bisa kita kita lakukan di dalam hutan ini diantaranya adalah olahraga bersifat outdoor seperti hiking, camping dan bersepeda.

Dari alam hutan inipun kita juga bisa belajar dan menjadikannya sarana edukasi. Berbagai penelitian pun dilakukan untuk berbagai macam keperluaan riset study misalnya untuk keperluan medical atau kesehatan. Berbagai macam jenis spesies binatang dan tumbuhan pun sering diteliti oleh para ilmuan baik sebagai bahan pengetahuan yang nantinya disebarkan untuk khalayak umum, maupun untuk tujuan mempelajari tingkah laku makhluk hidup di hutan sehingga akan diperoleh terobosan solusi agar para penghuni hutan akan terus lestari.

5. Sumber Pemenuhan Kebutuhan Manusia dan Kepentingan Komersial

Hutan juga bisa dijadikan sumber pemenuhan kebutuhan untuk manusia asalkan dikelola secara baik dan benar. Berbagai macam obat - obat farmasi herbal sering dijumpai sebagai obat herbal alami bagi penyembuhan penyakit yang manusia alami. Kayu - kayu pun bisa diolah sebagai bahan dasar untuk pembuatan kertas maupun berbagai macam furniture perabotan rumah tangga yang sering kita gunakan.

Sifat Pemenuhan Kebtuhan Manusia Yang Tak Terbatas, Berpotensi Merusakan Alam dan Lingkungan Sekitar
Sifat Konsumtif Akan Pemenuhan Kebutuhan Manusia Yang Tak Terbatas, Terkadang Berpotensi Merusak Hutan Alam dan Lingkungan Sekitar.  
Sumber Foto : Module 2 - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Namun terkadang karena sifat pemenuhan kebutuhan yang tiada habisnya inilah menyebabkan manusia seperti kita mengeksplorasi dan mengeksploitasi hutan secara besar - besaran. Tanpa adanya proses seperti penyelematan dan penghijauan kembali, hutan tidak akan bekerja sebagaimana fungsi dan peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem bumi ini. Untuk itu dibutuhkan suatu metode atau terobosan demi menjaga keharmonisan ekosistem hutan yakni dengan suatu metodologi yang bernama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit.

Gapai Harapan Dalam Upaya Konservatif Perlindungan dan Pelestarian Hutan Bersama High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0

Mengenal HCS Approach Steering Group

Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang terobosan atau metodologi cara kerja dari HCS Approach bekerja ada baiknya mengenal sekilas mengenai apa itu HCS Approach Steering Group yang merupakan pemrakarsa awal mulanya pencetus dari metodologi ini.

Grant Rosoman Co-Chair dari High Carbon Stock (HCS) Steering Group
Presentasi Grant Rosoman (Co-Chair Dari High Carbon Stock (HCS) Steering Group)
Sumber Foto :  Twitter HCS Approach
HCS Approach Steering Group merupakan suatu organisasi yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, yang dibentuk pada tahun 2014 untuk mengelola HCS Approach. Steering Group (SG) dibentuk agar dapat mengawasi pengembangan selanjutnya dari metodologi tersebut, termasuk penyempurnaan terhadap definisi, objektif dan hubungan dengan pendekatan - pendekatan lainnya, untuk menghentikan praktek penggundulan hutan. Steering Group pun memandu implementasi dari metodologi tersebut, berkomunikasi serta berinteraksi dengan para pemangku kepentingan dan mengembangkan atau menjalankan pengelolaan terhadap model dari metodologi tersebut.
Logo Dari High Carbon Stock (HCS) Approach.
Sumber Foto : Twitter HCS Approach
HCS Approach pada mulanya dikembangkan oleh Golden Agri-Resources (GAR), berkolaborasi dengan Greenpeace dan TFT pada tahun 2011-2012. Sejak November 2016, HCS Approach mencakup konvergensi dengan HCS+ – artinya saat ini hanya ada satu metodologi HCS global.

Bila anda ingin mengenal lebih jauh mengenai HCS Approach Steering Group beserta program - program di dalamnya, sekaligus bila kita ingin menanyakan sesuatu lebih jauh terkait kegiatan dan program lingkungan hidup yang dilakukan oleh organisasi tersebut, bisa kita akses melalui laman official website dan social media mereka di :
Introducing High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Version 2.0

Rabu, 3 Mei 2017, bertempat di Pulau Dewata lebih tepatnya di Le Meridien Hotel, Jimbaran, Badung Bali diluncurkannya sebuah metodologi gabungan baru yang berlaku secara global untuk melindungi hutan alam dan mengidentifikasi lahan - lahan yang dapat diolah sebagai areal produksi komoditas secara bertanggung jawab. Kegiatan ini dihadiri para pemangku kepentingan, NGO, industri kehutanan berbagai belahan dunia.

Metode ini telah berjalan sukses sebagaimana diukur berdasarkan implementasi pelaksanaan kerja sama - kerja sama yang melibatkan berbagai pihak baik itu Organisasi Non Pemerintah (LSM) di berbagai negara, perusahaan maupun komponen lainnya. Sebelumnya metode ini telah sukses diterapkan di enam negara sejak tahun 2014, pada 10 juta hektar lahan untuk mengidentifikasi hutan konservasi. Metodologi yang dimaksud adalah High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0.

HCS Approach Toolkit ini dalam melakukan kegiatannya diawasi langsung oleh HSCA Approcah Steering Group. Terdapat 4 Perwakilan HCSA Steering yang hadir saat itu diantaranya :
  • Perpetua George, Wilmar International.
  • Petra Meekers, Musim Mas.
  • Grant Rosonan, Co-Chair HSCA Steering Group.
  • Patrick Anderson, Forest People Programme.
Aida Greenbury (Asia Pulp & Paper, Co-chair HCS Approach Steering Group), Grant Rosoman (Co-Chair dari High Carbon Stock (HCS) Steering Group) Bersama Dr. Kindy Rinaldy Syahrir (Deputi Direktur Pendanaan Iklim dan Kebijakan Internasional, Kementerian Keuangan RI) Dalam Peluncuran High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0 Pada Hari Rabu, 3 Mei 2017 di Le Meridien Hotel, Jimbaran, Bali.  
Sumber Foto : Twitter HCS Approach
Dalam kutipan presentasinya, Grant Rosoman selaku Co-Chair dari High Carbon Stock (HCS) Steering Group memaparkan :

"Membiarkan deforestasi atau pembabatan hutan alam demi perkebunan sudah merupakan suatu hal di masa lalu. Hari ini, kami meluncurkan sebuah toolkit dengan metodologi yang memberikan panduan teknis yang praktis dan terbukti kuat secara ilmiah, untuk mengidentifikasi dan melindungi hutan alam tropis"

Metodologi HCS Approach Toolkit Versi 2.0 ini merupakan sebuah terobosan bagi berbagai perusahaan, masyarakat, institusi dan praktisi teknis yang memiliki komitmen bersama. Yakni komitmen untuk melindungi hutan alam sekunder yang tengah mengalami regenerasi, yang menyediakan cadangan karbon penting, habitat bagi keanekaragaman hayati dan mata pencaharian bagi masyarakat lokal.

Metodologi HCS Approach Toolkit Versi 2.0 dapat bekerja dengan cara membedakan antara area - area hutan yang perlu dilindungi dengan lahan - lahan yang memiliki kadar karbon dan keanekaragaman hayati yang rendah, sehingga dapat diolah. Pendekatan HCS mengelompokkan vegetasi hutan menjadi enam kelas yang berbeda dengan menggunakan teknik analisa data citra satelit dan pengukuran survei di dataran hutan. Keenam kelas tersebut adalah: High Density Forest, Medium Density Forest, Low Density Forest, Young Regenerating Forest, Scrub, and Cleared / Open Land. Empat kelas pertama mempunyai potensi sebagai hutan dengan stok karbon yang tinggi.

Pengklasifikasian Hutan Berdasarkan Tingkat Kepadatan & Ketersedian Karbon Areal Hutan. Sumber Foto : www.highcarbonstock.org
Klasifikasi Hutan Berdasarkan Tingkat Kepadatan & Ketersedian Karbon (Forest Stratification).
Sumber Foto : www.highcarbonstock.org
Setiap kelas vegetasi akan dilakukan proses validasi melalui kalibrasi dengan perhitungan perkiraan stok karbon pohon di atas tanah dan pemeriksaan di lapangan. Hak dan penggunaan lahan masyarakat dipetakan dan setiap petak hutan / HCS forest patches selanjutnya dianalisis melalui pohon keputusan atau Decision Tree untuk mengidentifikasi kawasan hutan yang layak dan optimal untuk perlindungan potensial dan area untuk pengembangan.

Penggunaan Decision Tree atau Pohon Keputusan Dalam Mengoptimalkan Konservasi Hutan. Sumber Foto : Module I - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Penggunaan Decision Tree atau Pohon Keputusan Dalam Optimalisasi Kegiatan Konservasi Hutan.  
Sumber Foto : Module I - HCS Approach Toolkit Versi 2.0

Metodologi dari HCS Approach dikembangkan dengan tujuan untuk memastikan sebuah pendekatan yang praktis, transparan, kuat dan terjamin secara ilmiah, yang dapat diterima oleh kalangan luas untuk mengimplementasikan komitmen - komitmen dalam menghentikan penggundulan hutan tropis. Sekaligus menjaga agar hak-hak dan mata pencaharian masyarakat lokal tetap dihormati.

Selama dua tahun, para pemangku kepentingan telah menyatukan berbagai upaya untuk menyepakati satu-satunya pendekatan global untuk menerapkan praktek Non-Deforestasi. Metodologi yang dihasilkan telah memperluas persyaratan sosialnya, pengenalan dan penerapan terhadap data cadangan karbon, yang mencakup teknologi baru termasuk penggunaan LiDAR untuk mengoptimalisasi konservasi dan hasil produksi serta dapat diadaptasi bagi petani - petani kecil.

LiDAR (LIght Detection And Ranging) sendiri merupakan sebuah teknologi sensor jarak jauh yang dirancang menggunakan cahaya yang disebar sebagai alat bantu pemetaan yang pada umumnya dipasang pada pesawat, satelit maupun teknologi drone. Manfaat dengan adanya penggunaan teknologi LiDAR ini ialah kita bisa mendapatkan data pemetaan akan pemakaian suatu lahan hutan, mendeteksi bekas area penebangan dan kebakaran hutan, memberikan gambaran struktur topologi dan kontur lahan hutan beserta klasifikasinya, penghitungan perkiraan biomass hutan serta mengidentifikasi karakteristik persebaran jenis tumbuh - tumbuhan maupun habitat makhluk hidup yang tinggal di hutan.

Apa itu Deforestasi / Non-Deforestasi?

Diatas beberapa kali disebutkan mengenai istilah deforestasi atau deforestation. Namun mungkin bagi sebagian dari kita masih terasa dan terdengar asing di telinga tentang apa itu definisi dari kata deforestasi. Untuk lebih memahaminya, berikut saya berikan ulasan singkatnya.

Dirubahnya Kawasan Hutan Menjadi Non Hutan (Deforestation), Berpotensi Menghilangkan Habitat Satwa Fauna & Terjadinya Perubahan Iklim / Global Warming di Bumi.
Transformasi Perubahan Area Hutan Menjadi Kawasan Bukan Hutan / Deforestation, Berpotensi Menghilangkan Habitat Asli Flora Fauna di Hutan Sekaligus Mengakibatkan Terjadinya Perubahan Iklim / Global Warming di Bumi Ini. 
 Sumber Foto : Twitter HCS Approach
Deforestasi adalah suatu proses penghilangan hutan alam dengan cara penebangan untuk diambil kayunya atau mengubah peruntukan lahan hutan menjadi areal bukan hutan. Bisa juga disebabkan oleh bencana alam seperti kebakaran hutan baik yang disengaja atau terjadi secara alami. Kegiatan deforestasi tentu berpotensi mengancam kehidupan umat manusia dan spesies mahluk hidup lainnya. Salah satu sumbangan terbesar dari perubahan iklim yang terjadi saat ini diakibatkan oleh deforestasi.

Sedangkan Non-Deforestasi adalah kegiatan penggunaan lahan atau lahan baik untuk kepentingan komersil maupun kepentingan tertentu tanpa harus mengubahnya menjadi non-hutan atau tanpa harus membuat kerusakan hutan dan semua ekosistem yang tinggal di dalamnya. Teknik Non-Deforestasi inilah poin utama yang diusung di dalam pengimplementasian metodologi High Carbon Stock (HCS) Approach Versi 2.0.

Versi pertama dari HCS Approach Toolkit sendiri sebelumnya telah dirilis pada April 2015. Versi baru yang telah disempurnakan yang dirilis hari ini telah meliputi penelitian ilmiah terbaru, evaluasi dari percobaan lapangan, serta topik-topik baru dan masukan-masukan dari berbagai kelompok kerja HCS Approach Steering Group, sebuah organisasi keanggotaan yang terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yang mengatur HCS Approach. Toolkit baru ini juga menyajikan penyempurnaan, penambahan dan perubahan-perubahan penting pada metodologinya, sebagai hasil dari Kesepakatan Konvergensi antara HCS Approach dan HCS Study pada November 2016 lalu. Dengan telah dilengkapinya HCS Approach Toolkit Versi 2.0, HCS Steering Group saat ini dapat fokus pada uji coba metodologinya, agar dapat disesuaikan bagi para petani kecil, serta memperkuat persyaratan sosial yang dikembangkan sebagai bagian dari proses konvergensi HCS

Bagaimana Cara Kerja Dari High Carbon Stock (HCS) Approach Toolkit Versi 2.0 ini?

Untuk dapat mengetahui bagaimana metodologi ini bekerja, kita bisa mempelajarinya dan mendownload modul atau semacam buku panduan melalui salah satu halaman dari official website www.highcarbonstock.org yakni melalui http://highcarbonstock.org/the-hcs-approach-toolkit/

Cover modul HCS Approach versi 2.0
Cover dari Modul HCS Approach Versi 2.0
 Sumber Foto : Module 1 - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Cara kerja metode ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam sebuah Modul HCS Approach Toolkit Versi 2.0 itu sendiri. Modul ini terdiri dari 3 fase dan terbagi ke dalam 7 buah modul. Ke 7 modul tersebut sampai saat tulisan ini publish, baru tersedia dalam Bahasa Inggris. Kemungkinan akan segera diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam bahasa lainnya. Berikut ulasan singkatnya :

HCS Approach Secara Garis Besar. Sumber Foto : Module I - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Metodologi HCS Approach Secara Garis Besar.  
Sumber Foto : Module I - HCS Approach Toolkit Versi 2.0
Fase Pertama
Making the first indicative HCS forest map (Membuat HCS Forest Map secara kondisi real di lapangan dan aktual). Dibutuhkan 4 buah modul untuk mendukung riset tahap pertama ini yakni

Module 1 : The HCS Approach: an introduction, overview and summary
Read dan view online module 1 in pdf
Modul 1 menjelaskan tentang garis besar / outline module pengenalan terhadap metode HCS Approach Toolkit Versi 2.0 secara keseluruhan.

Module 2 : Social Requirements
Read dan view online module 2 in pdf
Modul 2 menjelaskan tentang bagaimana melibatkan elemen masyarakat terkait dalam perencanaan penggunaan lahan dan mengintegrasikan proses HCS dengan FPIC. Melibatkan masyarakat lokal untuk diberikan hak - haknya dan juga persetujuan terhadap pembangunan atau konservasi yang mempengaruhi tanah, mata pencaharian mereka dan lingkungan Hidup. 

Module 3 : Integration of HCV, HCS Forest and FPIC
Read dan view online module 3 in pdf
Modul 3 menjelaskan tentang panduan untuk mengintegrasikan ketiga pendekatan ini (HCV - High Convervation Value, HCS - High Carbon Stock, FPIC - Free Prior and Informed Consent) ke dalam suatu proses yang efisien dan bersinergi di lapangan. Hal ini memberikan perencanaan penggunaan lahan terpadu yang lebih hemat biaya bagi pengembang dan tidak memberatkan para pemangku kepentingan lokal.

Module 4 : Forest and Vegetation Stratification
Read dan view online module 4 in pdf
Modul 4 menjelaskan tentang penggunaan citra satelit dan data LiDAR dan teknik stratifikasi dibahas bersamaan dengan gambaran umum database dan alat bantu gambar yang ada. Sehingga didapatkan hasil untuk memilih area yang akan digunakan di dalam metode HCS, mengukur vegetasi, memperkirakan biomassa di atas tanah dan menjelaskan klasifikasinya.

Fase Kedua Dan Ketiga
Analysing HCS forest patches, proposing an Integrated Conservation and Land Use Map, and protection of HCV areas and HCS forest (Menganalisis petak - petak hutan HCS, Mengusulkan Peta Konservasi dan Penggunaan Lahan Terpadu dan perlindungan kawasan HCV dan hutan HCS).

Module 5 : HCS Forest Patch Analysis and Protection
Read dan view online module 5 in pdf
Modul 5 menjelaskan tentang hasil analisa vegetasi pohon hutan melalui HCS Decision Tree, sebuah alat yang digunakan untuk memandu serangkaian keputusan yang kompleks mengenai setiap kawasan hutan HCS. Panduan diberikan tentang bagaimana forest patches / petak - petak hutan dilakukan klasifikasi pada setiap langkah di dalam Pohon Keputusan. Langkah terakhir dalam Decision Tree ini mengintegrasikan hutan HCS dengan kawasan konservasi dan pengelolaan lainnya, termasuk lahan gambut, HCV dan kawasan masyarakat, untuk membangun sebuah proposal untuk konservasi dan pembangunan.

Module 6 : Issues Under Development in the HCS Approach
Read dan view online module 6 in pdf
Modul 6 menjelaskan tentang isu - isu baru yang saat ini tidak ditangani oleh Pendekatan HCS. Peran penting yang dapat dimainkan petani kecil dan masyarakat dalam perlindungan hutan dibahas dalam modul ini, di samping kebutuhan mereka akan dukungan dan insentif yang relevan.

Module 7 : Assuring the Quality of HCS Assessments
Read dan view online module 7 in pdf
Modul 7 menjelaskan tentang penilaian HCS ditinjau dari peta dan laporan ringkasan yang transparan dan aktivitas pemantauan berkelanjutan terhadap hutan HCS. Termasuk tentang pelatihan untuk implementasi Pendekatan HCS, persyaratan proses dan aktivitas terkait jaminan mutu kualitas / Quality Assurance. Quality Assurance ini mencakup kegiatan monitoring, uji tes kelayakan dan memeriksa semua baik komponen dan proses yang terlibat dalam implementasi HCS Approach di lapangan.

Untuk lebih jelasnya mengenai seperti apa dan bagaimana cara kerja dari HCS Approach, silahkan anda lihat video Youtube berikut ini :


Lalu, Apa Yang Sebaiknya Kita Lakukan?

Pada dasarnya hutan, manusia dan makhluk hidup lainnya sejatinya hidup saling berhubungan dan saling berkesinambungan. Sebagai contoh manusia membutuhkan kayu pohon di hutan untuk bahan dasar kertas atau alat rumah tangga namun hutan juga membutuhkan manusia supaya terus ada yang membantu menjaga ekosistemnya dari oknum - oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab. Yang perlu digaris bawahi disini ialah bagaimana caranya agar proses pemenuhan kebutuhan tersebut dapat berjalan tanpa harus merusak dan membinasakan ekosistem hutan serta keberlangsungan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya.

Selain melakukan pengolahan lahan hutan yang tepat guna, ada beberapa poin yang selayaknya kita lakukan supaya supaya hutan tetap terawat kelestariannya dan mampu menjaga keseimbangan alam bumi ini sebagaimana mestinya, diantaranya :

1. Melakukan Upaya Preventif nan Edukatif Seperti Kegiatan Seminar, Presentasi & Diskusi Bersama Mengenai Pengelolaan dan Pelestarian Alam Hutan

Hal - hal semacam ini sudah selayaknya dilakukan mengingat keberadaan akan jumlah areal hutan kita kian hari kian menipis jumlahnya. Baik masyarakat, individu perseorangan maupun perusahaan terkait perlu dibekali dengan metode - metode terkini seperti halnya metode HCS Approach Toolkit Versi 2.0 ini supaya mengerti tentang seberapa pentingnya hutan untuk dirawat dan dijaga.

Aktivitas Diskusi Bersama Dalam Upaya Penyelamatan Alam Hutan & Lingkungan Hidup.  
Sumber Foto : Twitter HCS Approach
Dengan melakukan kegiatan semacam seminar ini masyarakat luas diharapkan mengerti akan akan manfaat - manfaat positif akan hasil hutan, teknik - teknik pengelolaan yang tepat guna, beserta yang tak kalah pentingnya bagaimana meminimalisir resiko - resiko, dampak serta antisipasi dari kegiatan eksploitasi hutan seperti timbulnya bencana alam tanah longsor, banjir, kebakaran hutan maupun punahnya satwa - satwa yang tinggal di dalamnya.
 
2. Meminimalisir Ketergantungan Penggunaan Kertas / Hasil Hutan Secara Berlebihan

Kertas merupakan salah satu hasil produk olahan hutan yang mana fungsinya amat vital bagi kehidupan manusia di bumi ini. Berbagai macam sendi kehidupan membutuhkan kertas sebagai alat bantu pemenuhan kebutuhan. Kita menulis membutuhkan kertas, kita ingin mensalin informasi tulisan membutuhkan kertas, kita membeli sesuatu dan memperoleh nota pembelian juga dari kertas, kita lulus sekolah dasar, sekolah menengah maupun sarjana membutuhkan kertas sebagai ijazah. Padahal perlu kita ketahui bahwa bahan dasar dari kertas ini ialah dari olahan kayu pohon hutan yang diproduksi oleh pabrik atau perusahaan tertentu.
Infographic Mengenai Seberapa Banyak Kertas Yang Dihasilkan Dari Satu Buah Pohon.   
Sumber Foto : www.snapchatcommunity.com
For your information menurut data yang disadur dari situs conservatree.org menerangkan bahwa dibutuhkan satu batang pohon untuk membuat 15 hingga 17 rim kertas atau sekitar 7500 hingga 8500 lembar kertas ukuran HVS atau A4. Untuk produksi satu ton kertas dibutuhkan sebanyak 24 pohon atau setara dengan 3 ton batang kayu. Sedangkan kurang lebih sekitar 70% bahan baku kertas diambil dari hasil hutan.

Salah satu solusi sebagai bentuk dari kepedulian kita terhadap penyelamatan hutan sebagai bahan baku kertas ini ialah dengan mengoptimalkan dan memanfaatkan penggunaan kertas berbahan dasar daur ulang / paper recycle untuk kegiatan sehari - hari. Menurut data yang bersumber dari Purdue Research Foundation and US Environmental Protection Agency, 1996, mendaur ulang 1 ton kertas berarti menyelamatkan 17 batang pohon. Mendaur ulang 54 kg kertas sama halnya kita menyelamatkan 1 batang pohon. Oleh karena itu gunakan kertas sebijak dan seefektif mungkin.

Dengan menekan produksinya dan bijak dalam pengelolaan pemakaian kertas ini, tentu saja kita juga membantu hutan agar terus tetap terjaga kelestariannya serta akan mengurangi proses penebangan pepohonan di hutan secara berlebihan. Tidak hanya kertas, efisiensi juga harus diterapkan atau juga berlaku untuk hasil olahan produk hasil hutan lainnya seperti olahan furniture atau bahan bangunan semisal lemari, kursi, meja, pintu dan lain sebagainya.

3. Menerapkan Kebijakan Pengelolaan Lahan Hutan Tepat Guna

Aktivitas Penanaman Pohon di Lahan Gambut Sumatera Selatan Bersama Grant Rosoman - Co-Chair HCS Steering Group. Sumber Foto : Twitter HCS Approach
Aktivitas Penanaman Pohon di Salah Satu Lahan Gambut di Sumatera Selatan Bersama Grant Rosoman - Co-Chair HCS Steering Group. 
Sumber Foto : Twitter HCS Approach
Tak dipungkiri penebangan hutan untuk keperluan eksploitasi komersil manusia memang masalah nyata yang sedang dihadapi global saat ini. Pengelolaan sumber daya hutan yang tepat dan efisien tentunya akan memperpanjang usia hutan yang kita miliki saat ini. Kita tidak bisa semena - mena sesuai kehendak sendiri terhadap cara pengelolaan dan pengolahan akan hasil hutan. Berbagai macam metode selayaknya harus dan perlu diterapkan secara tepat guna baik ketika maupun setelah kegiatan eksploitasi hasil hutan tersebut berlangsung. Beberapa teknik sistem pengelolaan berikut ini bisa dijadikan alternatif dan solusi untuk peremajaan alam hutan dan sekitarnya, diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Reboisasi adalah satu sistem penanaman pohon kembali terhadap tanah atau lahan hutan yang sudah tidak produktif yang mana pepohonan sebelumnya sudah mati. Penanaman perlu dilakukan agar hutan akan tetap hidup dan menjadi hijau kembali. Sehingga dapat dijadikan tempat tinggal yang layak / rumah bagi makhluk hidup penghuni hutan.
  • Sistem Tebang Pilih pada dasarnya melakukan penebangan hutan berdasarkan jenis dan klasifikasi hutan itu sendiri. Bila hutan difungsikan sebagai hutan lindung baik sebagai cagar alam atau suaka marga satwa maka penebangan tidak boleh dilakukan. Lain halnya dengan hutan yang memang diperuntukan untuk kepentingan produksi maka tentunya dengan sistem operasional yg jelas serta tata cara dan pengelolaan yang tepat maka kegiatan tersebut diperkenankan.
  • Sistem Tebang Tanam sendiri merupakan sistem penebangan hutan namun pihak - pihak yang berpartisipasi dalam kegiatan penebangan tersebut harus bertanggung jawab setelah dilakukan penebangan dilakukan. Yakni dengan cara penanaman atau penghijauan kembali pohon - pohon yang sejenis sebagai sebagai ganti dari pohon yang ditebang.
  • Sedangkan Penebangan Secara Konservatif pada dasarnya memilih jenis kayu pohon yang sudah tidak produktif lagi di hutan tersebut namun pepohonan yang masih muda dan produktif untuk menjaga kestabilan alam hutan tidak ikut ditebangnya.  
4. Memberikan Hukuman / Punishment terhadap Oknum Pelaku Penebangan Liar dan Pembakaran Hutan

Alih - alih dengan alasan efisiensi biaya terkadang oknum - oknum tertentu melakukan berbagai cara untuk mengeruk keuntungan yang sebesar - besarnya dari hasil sumber daya alam hutan ini. Mereka para oknum terkadang tidak mau peduli dengan keberlangsungan hidup hutan setelahnya.

Pemerintah, kita dan segenap lapisan masyarakat harus saling berkerja sama dan berkolaborasi melalui pihak yang berwenang untuk memberikan punishment terhadap pelaku eksploitasi hutan yang tak bertanggung jawab (secara ilegal) tersebut, supaya menimbulkan efek jera yakni dengan memberikan sanksi yang setimpal. Sehingga diharapkan mereka tidak melakukan dan mengulang perbuatannya kembali dalam hal perusakan lingkungan hutan kita tercinta.

And The Last But Not Least

Kita tahu bahwasanya, hutan sekarang ini adalah warisan dan leluhur kita. Dan kelak juga akan menjadi warisan bagi anak cucu kita di generasi yang akan datang. Untuk itu kepedulian serta partisipasi dari segenap elemen lapisan masyarakat dan pemerintah berjalan beriringan dalam menjaga dan melestarikan hutan supaya ekosistemnya tidak punah dan dapat mereka nikmati di kemudian hari.

Metodologi HCS Approach Toolkit Versi 2.0 memberikan suatu terobosan, solusi nyata dan inovasi terbaru tentang bagaimana pentingnya menjaga alam hutan dengan sistematika pengolahan sumber daya hutan yang terstruktur, terprogram serta tepat sasaran guna mencapai hasil yang optimal, namun tetap mempertimbangkan dan memperhatikan aspek - aspek keberlangsungan kehidupan ekosistem alam setelahnya.

Kini pekerjaan rumah bagi kita telah menanti di depan mata. Kesadaran dan keyakinan harus kita tanamkan dalam diri kita semua untuk mengimplementasikan dan merealisasikan segala upaya - upaya konservatif ini, sehingga hutan beserta makhluk hidup di dalamnya tetap dapat hidup berdampingan secara lestari dan harmoni. Kita boleh saja menikmati hasil - hasil dari alam, tapi satu hal yang harus diingat yakni kita juga harus terus berjuang untuk terus melestarikan hutan yang kita miliki beserta kehidupan berbagai macam satwa fauna yang tinggal di dalamnya. Sebab jika bukan kita yang peduli untuk menjaga dan merawat hutan lalu siapa lagi :)
Diberdayakan oleh Blogger.